Cari Blog Ini

Jumat, 02 April 2010

IQ, EQ dan SQ; dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Dalam pandangan psikologi, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius (Weschler dalam Nana Syaodih, 2005). Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Menurut hemat penulis sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient disana sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender (chronological age).
Terlepas dari “kesalahkaprahan” penggunaan istilah tersebut, ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari para “penggagas beserta pengikut kelompok kecerdasan emosional”, bahwasanya potensi individu dalam aspek-aspek “non-intelektual” yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (religious experience).
Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Abin Syamsuddin Makmun, 2003).
Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
Jauh sebelum istilah Kecerdasan Spiritual atau SQ dipopulerkan, pada tahun 1938 Frankl telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan hidup. Dikemukakannya, bahwa makna atau logo hidup harus dicari oleh manusia, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai : (1) nilai kreatif; (2) nilai pengalaman dan (3) nilai sikap. Makna hidup yang diperoleh manusia akan menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yakni suatu kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani itu dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab (Sofyan S. Willis, 2005).
Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari Pesantren Daarut Tauhiid – Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar, pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.
Dari pemikiran Ary Ginanjar Agustian melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak patent tersendiri. Konsep pelatihan ESQ ala Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang : (1) Zero Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement, Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4) Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan sosial (Ari Ginanjar, 2001).
Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002) .
Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian Influenza), AIDs serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amanah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).
Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun dibalik itu, “raksasa-raksasa teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti Dinosaurus ?
Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur, bageur, bener tur pinter, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan intelektualnya (IQ) orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan emosional (EQ) orang menjadi bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) orang menjadi bener. Itulah agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai pribadi maupun sebagai pendidik (calon pendidik)!
Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang sesungguhnya (real achievement).
Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cageur, bageur, bener, tur pinter.
Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa : “BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS ! ”

Teori-Teori Motivasi

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

* Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
* Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
* Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :

* Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
* Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
* Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

* Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
* Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :

* Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
* Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
* Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
* Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
sumber : akhmadsudrajat.wordpress.com

Rabu, 24 Maret 2010

Mengapa Karya Tulis Ilmiah Ditolak?

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84 tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit menyatakan bahwa bagi tenaga pendidik yang telah mempunyai pangkat IVa ke atas diwajibkan mengumpulkan angka kredit sebanyak 12 dari unsur pengembangan profesi. Di sisi lain berdasarkan data dari Pusat Data Pendidikan Indonesia Balitbang Depdiknas menunjukan jenjang kepangkatan tenaga pendidik menumpuk di golongan IVa, sangat sedikit yang mencapai pangkat di atas IVa antara lain: gol IV b sebanyak 2370 orang, IVc 68 orang dan golongan IVd 14 orang. Adapun berdasarkan Data dari Biro Kepegawaian Depdiknas, alasan utamanya sebagian besar tenaga pendidik merasa kesulitan dalam mengembangkan profesi terutama dalam hal penulisan KTI. Disamping itu pula berdasarkan data pada saat penilaian periode yahun 2006 dari jumlah berkas yang dinilai sebanyak 1700 berkas yang memenuhi angka kredit 12 hanya sekitar 40 berkas. Atas dasar pokok pikiran tersebut maka di bawah ini akan diuraikan arti pengembangan profesi, alasan penolakan penulisan karya ilmiah, dengan harapan menjadikan gambaran bagi tenaga pendidik sehingga mampu memenuhi perolehan angka kredit.

Pengembangan Profesi
Pengembangan profesi seperti yang dimaksud dalam petunjuk teknis jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, “adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetahuan, teknologi dan ketrampilan untuk peningkatan mutu baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan”. Unsur pengembangan profesi sifatnya wajib bagi guru yang telah menduduki pangkat/jabatan guru Pembina, hal ini dikarenakan pangkat jabatan guru Pembina diharapkan tumbuh daya analisis, kritis serta mampu memecahkan masalah dalam lingkup tugasnya Kegiatan guru yang termasuk pengembangan profesi
Beberapa kegiatan guru yang termasuk pengembangan profesi adalah sebagai berikut :
a. melaksanakan kegiatan KTI di bidang pendidikan
b. menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan
c. membuat alat peraga atau alat bimbingan
d. menciptakan karya seni seperti lagu, lukisan
e. mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum

Tata cara pengajuan angka kredit (pengembangan profesi)
Dalam mengajukan angka kredit dalam pengembangan profesi dapat dilakukan prosedur sebagai berikut :
a. adanya peran critical friend, kritik dan saran dari teman sejawat yang satu profesi agar mendapat masukan mengenai penulisan KTI.
b. mintakan saran pada guru bahasa Indonesia untuk mengetahui pengunaan bahasa maupun sistimatika penulisan KTI yang benar
c. sertakan surat pengesahan dari Kepala Sekolah serta petugas perpustakaan jika penulisan sudah selesai
d. sertakan surat pengantar Kepala Sekolah dan dikirim ke Tim penilai Angka Kredit
e. pengembangan profesi tingkat pusat yang sekretariatnya di LPMP.
f. untuk lebih lengkap, sertakan pula pengesahan dari Kepala Dinas pendidikan Tingkat Kab/kota

Tata cara penilaian pengembangan profesi
Hasil karya berupa karya tulis yang berupa hasil penelitian, tinjauan ilmiah, pembuatan alat peraga, teknologi, karya seni penilaianya dalam bentuk paparan /deskripsi sesuai kaidah penulisan karya ilmiah dengan langkah penilaian sebagai berikut :
a. Penilaian tidak mengenal nilai jenjang dalam setiap unsur dengan kata lain hanya mengenal diterima atau ditolak, contohnya setiap karya tulis mempunyai bobot nilai 4, maka penilaian jika diterima bernilai maksimal 4 jika ditolah mendapat nilai 0, tidak ada nilai 1 , 2 , 3.
b. Urutan penilaian di mulai dari judul, sistimatika penulisan, latar belakang penulisan kajian teori , cara pengolahan, kesimpulan rekomendasi, daftar pustaka, dengan menggunakan sistem gugur, jika seorang guru menulis karya ilmiah tetapi judulnya tidak menggambarkan latar belakang pendidikan serta kajiannya terlalu luas maka langsung digugurkan dengan nilai 0 tanpa dilihat unsur yang lainnya, begitu pula seterusnya.

Adapun yang termasuk karya tulis ilmiah terdiri dari :
a. KTI hasil penelitian, pengkajian, survei dan evaluasi
b. karya tulis/makalah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri
c. Tulisan ilmiah populer
d. prasaran berupa tinjauan wawasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan padapertemuan ilmiah
e. buku pelajaran atau modul
f. diktat pelajaran
g. menerjermahkan karya ilmiah
dari ketujuh kategori inilah guru bisa memilih sehingga tidak usah memaksakan diri membuat KTI yang tidak dikuasainya.

Persyaratan Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Karya tulis ilmiah yang ditulis guru hendaknya memenuhi syarat APIK (Asli, Perlu, Ilmiah dan
Konsisten ) artinya
a. Asli (original ) karya tulis yang dihasilkan harus merupakan produk asli guru dan sesuai dengan mata pelajaran yang diampu dan tempat bekerja
b. Perlu/bermanfaat ( useful) karya tulis yang dihasilkan guru harus dirasakan manfaatnya secara langsung oleh guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
c. Ilmiah ( scientific) karya tullis yang dihasilkan harus disusun secara ilmiah, sistimatis, runtut dan memenuhi persyaratan penulisan karya ilmiah
d. Konsisten (concistency) KTI yang dihasilkan harus memperlihatkan keajegan dan konsistensi pemikiran yang utuh, baik secara keseluruhan maupun hubungan antar bab bagian karya tulis yang disajikan.

Kriteria Pokok KTI
Ada beberapa kriteria yang dilihat dalam penulisan KTI, diantaranya terdapat:
a. “masalah “ pokok yang dijadikan dasar penulisan dan masalah tersebut sesuai atau menyangkut kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru sehari hari
b. kajian pustaka/teori yang mendukung pemecahan masalah
c. metodologi yang dilakukan secara runtut dalam upaya pemecahan masalah tersebut
d. data dan fakta yang mendukung pembahasan masalah tersebut
e. alternatif pemecahan masalah yang dikemukakan atau dibahas untuk solusi atas masalah yang dihadapi
f. kesimpulan maupun rekomendasi yang dikemukakan berdasarkan analisis data terhadap upaya pemecahan masalah tersebut.

MENGAPA, KTI DITOLAK?
Ada beberapa alasan mengapa karya tulis ilmiah guru dalam unsur pengembangan profesi guru ditolak berdasarkan hasil pengalaman tim penilaian angka kredit tingkat pusat diperoleh alasan-alasan itu antara lain :
Umum
a. berupa skripsi/thesis/desertasi (sudah diniali dalam unsur pendidikan)
b. KTI diragukan keasliannya, bila salah satu bagian tulisan (atau hal lain) menunjukkan bahwa KTI itu merupakan skripsi, penelitian, atau karya orang lain, yang diubah dan digunakan sebagai karya ilmiahnya (seperti misalnya bentuk ketikan tidak sama, tempelan nama, dll) Terdapat petunjuk adanya lokasi dan subjek yang tidak konsisten Terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai Terdapat berbagai data yang tidak konsisten, tidak akurat Terdapat kesamaan isi, format, gaya penulisan yang sangat mencolok dengan KTI yang lain Penyusunan KTI yang berbentuk penelitian, pengembangan dan evaluasi diselesaikan/dihasilkan lebih dari 2 judul dalam setahun
c. KTI sudah kadaluarsa ( disusun sebelum PAK terakhir)
d. Pengesahan :
tidak ada pengesahan kepalasekolah/kepala madrasah guru yang bersangkutan bahwa KTI tersebut adalah benar karya tenaga pendidik yang bersangkutan Pengesahan ada, tetapi bukan dari pejabat yang berwenang
e. KTI bukan dalam bidang pendidikan
f. penulisan makalah tidak jelas apakah laporan penelitian atau tulisan ilmiah yang merupakan tinjauan/ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri.
g. karya ilmiah yang disusun belum/tidak menggunakan format yang lazim dalam penulisan ilmiah
h. tulisan yang diajukan tidak memenuhi syarat sesuai dengan Kepmendikbud No025/0/1995

Penelitian
a. penyusunan karya ilmiah belum menggunakan proses berpikir keilmuan (ada masalah, kajian teori, metodologi, data, analisis, kesimpulan, saran dan rekomendasi.)
b. masalah :
Yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi penulis. Yang ditulis bukan kegiatan nyata penulis dalam peningkatan/pengembangan profesi
c. Kajian teori :
Tidak relevan dengan judul/permasalahan yang dikaji Terlalu luas, belum mengarah pada hal-hal yang dipermasalahkan Sangat sederhana, belum nampak wacana keilmuannya
d. Metode penelitian belum sesuai dengan dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah (tujuan khusus, tempat dan waktu, ruang lingkup penelitian, populasi, sampel penelitian, teknik sampling, metode pengumpulan dan pengolahan data dan analisis data)
e. Data yang disajikan kurang lengkap /tidak ada
f. instrumen tidak dilampirkan/tidak lengkap/tidak sesuai
g. Analisis data tidak sesuai dengan metode analisisi data yang dipilih dalam metode penelitian, atau permasalahan yang dirumuskan dalam latar belakang (pendahuluan)
h. Isi tulisan ilmiah pada bab selanjutnya tidak konsisten/tidak ada kesesuaian/tidak seimbang
i. Kesimpulan dan saran tidak sesuai dengan alur berfikir pada bab-bab sebelumnya
j. Rekomendasi belum menunjukan manfaat yang nyata bagi dunia pendidikan

Tinjauan
a. Penyusunan karya ilmiah belum menggunakan proses berfikir keilmuan (ada masalah, kajian teori, fakta, ulasan/ tinjauan secara ilmiah yang merupakan gagasan penulis dan kesimpulan)
b. Masalah yang dikaji terlalui luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan profesi penulis
c. Kajian teori :
tidak relevan dengan judul/permasalan yang dikajiterlalu luas, belum mengarah pada hal hal yang dipermasalahkan sangat sedehana, belum nampak wacana keilmiuannya.
d. kajian fakta tidak/belum relevan dengan permasalahan yang dikaji
e. isi pembahasan karya ilmiah belum memuat gagasan penulis
f. tulisan ilmiah tidak konsisten/tidak ada kesesuaian/tidak seimbang.
g. kesimpulan tidak sesuai dengan alur pikir bab sebelumnya.

Diktat
1. tidak sesuai dengan tugasnya
2. sistimatika penulisan tidak sesuai dengan pedoman penulisan yang berlaku

Buku
1. belum mendapat pengesahan dari Disrjen Dikdasmen (taraf nasional)
2. belum mendapat pengesahan dari kepala dinas pendidikan di provinsi (taraf provinsi)

Alat Peraga
Pada latar belakang belum dikemukakan permasalahan, manfaat alat peraga, langkah-langkah
pembuatan, langkah-langkah penggunan dan kesimpulan serta lampiran yang relevan
( foto/gambar dari alat peraga)

Karya terjemahan
1. substansi di luar bidang pendidikan /tidak bermanfaat dalam pembelajaran/tidak utuh
2. belum ada keterangan dari kepala sekolah yang menjelaskan manfaat karya terjemahan tersebut
3. belum ada keterangan dari kepala sekolah yang menjelaskan karya tersebut adalah terjemahan guru yang bersangkutan

PENUTUP
Pengembangan profesi bagi tenaga pendidik merupakan suatu kewajiban, apabila tenaga
pendidik tersebut telah menduduki pangkat jabatan IVa, diperlukan suatu kegiatan yang
dilakukan secara terarah dan terpadu dan hal yang paling penting adalah menjiwai profesi
yang digeluti selama ini.

Daftar Pustaka
Suharjono, Pengembangan Profesi Guru, Panduan Tehnik Penilaian KTI Guru, Depdiknas
Kepmen, Penilaian Jabatan Fungsional Guru, Jakarta
Suharsimi Arikunto, PTK, Rineka Cipta Yogyakarta (2006)

Sumber: http://www.lpmpjabar.go.id/lpmp/index.php?option=com_content&task=view&id=55&Itemid=55

Senin, 22 Maret 2010

Jadual UN 2010

UN atau yang lebih dikenal dengan Ujian Nasional sudah di ambang mata, UN bukanlah momok untuk menentukan kelulusan siswa karena kelulusan tidak hanya dipengaruhi oleh nilai UN saja melainkan juga di pengaruhi oleh nilai US dan praktik, sehingga apabila UN mempunyai nilai bagus belum tentu anak bisa lulus karena itu tergantung dari nilai US dan praktik. Untuk jadual UN 2010 dapat di lihat http://nusantaranews.wordpress.com/2009/11/14/jadwal-lengkap-un-2010-smama-smpmts-dan-sdmi/ atau bisa di klik ning kene kyeh
soal-soal UN juga tidak akan jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena kisi-kisi dari tahun sebelumnya hapir sama bahkan sama persis dengan tahun sekarang. Untuk yang berminat mendownload kisi-kisi UN 2010 dapat di akses http://nusantaranews.wordpress.com/2009/11/14/kisi-kisi-lengkap-ujian-nasional-un-2010-sd-mp-sma/ bisa juga langsung klik neng kene kyeh
Bagi yang mo' berlatih soal-soal UN bisa langsung mengakses prediksi soal UN 2010 http://candrapetra.com/2009/03/04/prediksi-ujian-nasional-sma-terbaru/ bisa juga klik neng kene kyeh

Rabu, 10 Maret 2010

PROPOSAL BLOCKGRANT 2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak dari semua warga negara Indonesia sehingga perlu perhatian khusus terutama dari Pemerintah. Pendidikan di Indonesia terutama di Jawa tengah kurang merata dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Khusus untuk kualitas pendidikan sangat di pengaruhi oleh SDM yang ada dan juga di dukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Kualitas pendidikan di Kota Tegal, khusus untuk mata pelajaran Kimia perlu mendapatkan perhatian serius baik dari Pemerintah Kota Tegal (Dinas Pendidikan Kota Tegal), sekolah, komite sekolah, orang tua siswa maupun masyarakat. Peningkatan kualitas pendidikan hanya dapat dicapai melalui upaya konsisten dari seluruh komponen sekolah, pemerintah dan masyarakat.
Beragam model dan bentuk strategi pelaksanaan peningkatan kompetensi profesional guru yang berupa pelatihan, penataran, workshop, lokakarya bahkan sampai kepada pengadaan sarana dan prasarana bagi penunjang terciptannya kualitas proses pendidikan juga belum membuahkan hasil optimal. Kondisi guru yang masih mismath dalam dua hal, hasil temuan The Third International Mathematics and Science Study-Repeat (TIMMS-R) yaitu : (1) penempatan guru yang tidak merata, (2) guru yang kualifikasinya tidak layak atau mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya, merupakan kendala tersendiri bagi peningkatan kompetensi profesional guru. Oleh karena itu perlu diciptakan kondisi ideal agar kedua masalah tersebut dapat diupayakan untuk diminimalkan (Depdiknas, 2003:565).
Beragamnya kualifikasi pendidikan Guru terutama untuk guru Kimia di Kota Tegal menyebabkan terjadinya kesenjangan ilmu dalam artian penyebaran ilmu antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya berbeda. Hal inilah yang mendorong bagaimana antara guru sekolah yang satu dengan yang lain bias seragam dalam mengajarkan materi terhadap siswa-siswinya, salah satunya adalah dengan mengadakan suatu pertemuan rutin yangtergabung dlam wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia dan juga workshop yang tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit untuk menunjang kegiatan tersebut.
Sebagai pendidik profesional, guru merupakan aspek penting dalam mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 42 ayat 1 menyatakan bahwa Sebagai tenaga profesional, pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sehingga sangatlah tepat apabila guru sebagai ujung tombak bagi peningkatan kualitas pendidikan diupayakan untuk dapat ditingkatkan kompetensi profesionalnya. Sebutan pendidik sebagai tenaga profesional mengisyaratkan bahwa seseorang yang telah diangkat menjadi guru berarti ia telah memiliki sejumlah kemampuan profesional.
Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) merupakan wadah komunikasi para guru mata pelajaran sejenis yang diharapkan mampu mewadahi keinginan para guru. Tujuan MGMP menurut Soetjipto dan Krafis Kosasi (2000:36) menyebutkan bahwa MGMP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme dari guru dalam kelompok masing-masing. Sebagai wadah komunikasi para guru, MGMP memiliki peran dan fungsi strategis. Peran strategis MGMP berupa : (1) melaksanakan pengembangan wawasan, pengetahuan, dan kompetensi, sehingga memiliki dedikasi tinggi, (2) melakukan refleksi diri ke arah pembentukan profil guru yang profesional. Sedangkan fungsi MGMP adalah : (1) sebagai wahana komunikasi profesional para guru mata pelajaran sejenis, (2) memfasilitasi pengembangan profesionalisme guru, (3) sarana pengembangan inisiatif dan inovasi dalam rangka peningkatan mutu, (4) pembelajaran melalui berbagai cara seperti diskusi, seminar, loka karya dan sebagainya, (5) mengembangkan strategis pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran yang efektif, (6) mengembangkan akreditasi guru (Dikmenum:2003:4)
Sebagai pendidik tentunya mempunyai keterbatasan terutama dalam hal penyampaian ilmu, bagaimana ilmu yang disampaikan ini bisa terserap dengan baik oleh siswa. Keterbatasan inilah yang menghambat proses penularan ilmu terutama adalah sarana dan prasarana yang kurang mendukung untuk kegiatan pembelajaran, disamping itu kemampuan pemahaman guru dalam proses pembelajaran kimia sangat bervariasi antara guru yang satu dengan guru yang lain. Di samping itu pada era teknologi informasi dan komunikasi yang serba canggih tidak semua guru bisa menggunakan komputer maupun berselancar di dunia maya untuk membuat ataupun mencari artikel maupun media pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu melalui suatu wadah yang bernama Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) khususnya pelajaran Kimia idealisme guru ini di lebur guna memperoleh persamaan persepsi dalam mengajarkan suatu materi kepada peserta didik. Caranya adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang dananya di peroleh dari bantuan yang kami ajukan ini. Karena pelatihan-pelatihan bagi guru sangat berarti untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas bagi guru, sehingga diharapkan peserta didik mempunyai kemampuan yang sama atara sekolah yang satu dengan yang lain.

B. Tujuan
Berdasarkan tujuan dibentuknya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), yaitu untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme guru, maka kegiatan inipun terfokus kepada upaya meningkatkan kompetensi profesional guru khususnya guru Kimia SMA di Kota Tegal. Rincian tujuan kegiatan sebagai berikut :
1. Meningkatkan kompetensi guru Kimia dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi program kegiatan belajar mengajar
2. Memeratakan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat menunjang upaya peningkatan pemerataan mutu pendidikan
3. Membantu guru dalam upaya mengembangkan kurikulum dan memecahkan masalah pembelajaran dengan sharing pengalaman antar guru
4. Mengembangkan metodologi mengajar dalam rangka implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
5. Mengenalkan kajian pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan) kepada para guru
6. Membantu pengembangan profesi guru dalam rangka proses sertifikasi guru

C. Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan melalui kegiatan ini berupa :
1. Meningkatnya kompetensi guru Kimia dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi program kegiatan belajar mengajar
2. Terjadinya pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan secara proporsional melalui peningkatan kompetensi profesional guru Kimia
3. Meningkatnya wawasan guru mengenai pengembangan kurikulum dan memecahkan masalah pembelajaran dengan sharing pengalaman antar guru
4. Meningkatkan wawasan metodologi mengajar dalam rangka implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
5. Meningkatnya wawasan dan pengetahuan guru dalam pembelajaran khususnya kajian pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan)
6. Terbantunya pengembangan profesi guru dalam rangka proses sertifikasi guru

D. Sasaran
Sasaran kegiatan ditujukan kepada anggota MGMP Kimia SMA Kota Tegal, sesuai pedoman pelaksanaan pemberdayaan KKG dan MGMP Jawa Tengah tahun 2010 adalah antara 15 sampai 20 orang tiap kelompok MGMP, sehingga MGMP Kimia SMA Kota Tegal sesuai kesepakatan bersama, peserta program pemberdayaan MGMP Kimia diperuntukkan untuk 23 Guru baik negeri maupun swasta yang terdiri dari 3 Guru Pemandu, 5 Panitia dan 15 Peserta. Untuk guru negeri berjumlah 17 orang dan swasta terdiri dari 5 orang.


E. Manfaat
Adapun manfat yang di peroleh dari Dana bantuan Langsung / Block Grant adalah
a. Bagi Peserta Didik / Siswa
Memiliki peluang untuk mengikuti pembelajaran yang menyenangkan, bermakna dan bermutu dengan standar nasional pendidikan
b. Bagi Pendidik / Guru
Memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensinya lebih profesional dan mampu meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah seduai dengan standar nasional pendidikan
c. Bagi Sekolah
Memiliki guru Kimia yang profesional dan mampu meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan.
d. Bagi MGMP Kimia Kota Tegal
Memiliki peluang untuk memberdayakan guru di sekolah, kota dan propinsi terkait melalui berbagai kegiatan sehingga dapat mewujudkan guru yang kompeten, profesional dan mampu meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan.
e. Bagi Pemerintah dan Dinas Pendidikan Kota Tegal
Memiliki guru yang kompeten, profesional dan mampu meningkatkan mutu pembelajaran di Kota Tegal sesuai dengan standar nasional pendidikan.



BAB II
DESKRIPSI HASIL PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Program kerja MGMP Kimia
Peningkatan kompetensi guru Kimia merupakan aspek penting dalam melaksanakan pembelajaran secara profesional, dimana keberadaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia diharapkan pula mampu mengakomodir berbagai persoalan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia SMA Kota Tegal dalam mengupayakan peningkatan kompetensi profesional guru Kimia menemui berbagai kendala, diantaranya adalah : (1) Beberapa guru Kimia mengajar tidak hanya di satu sekolah saja tetapi merangkap di beberapa sekolah yang berakibat jadwal pertemuan/kegiatan MGMP yang sudah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah yaitu untuk pertemuan MGMP Kimia SMA tingkat Kota Tegal pada setiap hari Rabu minggu ketiga digunakan untuk mengajar, (2) Program kegiatan MGMP Kimia SMA Kota Tegal belum dapat dilaksanakkan dengan baik karena terbentur pendanaan, karena pembiayaan/pendanaan kegiatan atau pertemuan MGMP Kimia SMA Kota Tegal selama ini hanya berasal dari iuran masing-masing sekolah yang dihimpun melalui MKKS SMA, (3) Akibat dari keterlambatan pembiayaan kegiatan MGMP, mengakibatkan kegiatan pertemuan MGMP Kimia SMA Kota Tegal menjadi kurang bervariasi dan terkadang tidak berimbang antara kegiatan MGMP dengan ajang temu kangen para guru Kimia, sehingga peran MGMP Kimia dalam : (1) melaksanakan pengembangan wawasan, pengetahuan dan kompetensi, (2) melakukan refleksi diri ke arah pembentukan profil guru Kimia profesional dan fungsi MGMP, sebagai : (1) wahana komunikasi bagi guru-guru mata pelajaran Kimia, (2) fasilitator pengembangan profesionalisme guru Kimia, (3) sarana pengembangan inisiatif dan inovasi dalam rangka peningkatan mutu, (4) sarana pembelajaran melalui berbagai cara seperti diskusi, seminar, loka karya dan sebagainya, (5) tempat mengembangkan strategi pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran yang efektif serta tempat mengembangkan akreditasi guru Kimia menjadi kurang bermakna.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia SMA Kota Tegal dalam melaksanakan pengembangan wawasan, pengetahuan dan kompetensi memerlukan kerja keras dan dedikasi tinggi serta selalu berupaya untuk melakukan refleksi diri ke arah pembentukan profil guru yang profesional. Hal ini sangat diperlukan mengingat Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang merupakan wahana komunikasi profesional para guru mata pelajaran sejenis diharapkan dapat memfasilitasi pengembangan profesional guru, sarana pengembangan inisiatif dan inovasi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran. MGMP diharapkan menjadi wahana bagi pengembangan strategis pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran yang efektif dan pengembangan akreditasi guru.

B. Hasil Pelaksanaan Program dan Kegiatan
Program dan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMA Kota Tegal merupakan rangkaian upaya mengakomodir kepentingan para anggota, sehingga pelaksanaan program kegiatan MGMP dapat terealisir salah satunya karena mendapatkan dukungan dari anggota MGMP yang nota bene adalah para guru Kimia.
Kegiatan MGMP Kimia SMA Kota Tegal lebih banyak didominir oleh penyampaian informasi-informasi pendidikan, antara lain berupa penjelasan tentang pengisian format-format pembelajaran seperti penentuan Kreteria Ketuntasan Minimal tiap Kompetensi Dasar dan Indikator mata pelajaran Kimia”.
Kegiatan lain yang diupayakan oleh MGMP Kimia SMA Kota Tegal adalah sharing pengalaman antar guru baik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya maupun berbagi pengalaman setelah mengikuti penataran atau semacamnya, upaya ini mendapatkan respon positif dari para guru, karena dengan model sharing pengalaman dalam mengajar, masing-masing guru akan melakukan refleksi diri terhadap kemampuan yang dimilikinya, serta mendapatkan pengetahuan baru dari guru lain yang mengikuti penataran atau semacamnya itu.
Kompleksnya perangkat administrasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menjadikan MGMP Kimia sebagai salah satu tempat dalam menyusun perangkat administrasi guru, seperti penyusunan silabus dan sistem pengujian. Peningkatan kompetensi guru yang diupayakan MGMP Kimia dalam menyongsong era teknologi adalah pembelajaran dengan menggunakan multi media yang berupa pengajaran menggunakan CD. Upaya lain dalam mengembangkan kompetensi profesional guru adalah melalui penyusunan bahan ajar produk MGMP.





















BAB III
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN


A. Jenis Program, Tujuan, dan Kegiatan

1. Jenis Program
Pemberdayaan MGMP merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kompetensi profesional guru. Oleh karena itu program pemberdayaan MGMP yang merupakan tidak lanjut adanya revitalisasi MGMP perlu mendapatkan prioritas dalam pelaksanaannya.
Penyesuaian kegiatan perlu dilakukan mengingat potensi yang dimiliki masing-masing MGMP tidaklah sama, sehingga program pemberdayaan MGMP Kimia SMA Kota Tegal diupayakan kepada peningkatan kompetensi profesional guru agar guru menjadi lebih kreatif, inovatif dan termotivasi dalam melaksanakan pembelajaran.

2. Tujuan
Tujuan pemberdayaan MGMP Kimia SMA Kota Tegal adalah mengupayakan peningkatan kualitas kompetensi anggota MGMP, baik kompetensi paedagogi, kompetensi akademik maupun kompetensi sosial

3. Kegiatan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia SMA Kota Tegal merencanakan kegiatan pemberdayaan MGMP berupa Workshop. Kegiatan ini dimaksud guna mengoptimalkan waktu dan peluang yang ada.




B. Rencana Anggaran
Uraian Rincian Jumlah
KEGIATAN PERSIAPAN (Max (10%) Rp 595,000.00
Rapat Koordinasi Pengurus
Transport 5 org x Rp. 20.000 Rp 100,000.00
Konsumsi 5 org x Rp. 15.000 Rp 75,000.00
Pembuatan Proposal 1 org x Rp. 150.000 Rp 150,000.00
Transport Konsultasi Proposal 1 org x Rp. 300.000 Rp 270,000.00

PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN (Max 75%) Rp 5,955,000.00
Belanja Honor Rp 1,425,000.00
Honor Pengarah 1 org x Rp. 25.000 x 7 keg Rp 175,000.00
Honor Narasumber 1 org x Rp. 50.000 x 6 keg Rp 300,000.00
Honor Narsumber workshop 1 org x Rp. 250000 x keg Rp 250,000.00
Honor Panitia 5 org x Rp. 20.000 x 7 keg Rp 700,000.00


Belanja Perjalanan Rp 2,170,000.00
Transport Pengarah 1 org x Rp. 20.000 x 7 keg Rp 140,000.00
Transport Narasumber 1 org x Rp. 20.000 x 7 keg Rp 140,000.00
Transport Panitia dan Guru Pemandu 8 org x Rp. 15.000 x 7 keg Rp 840,000.00
Transport Peserta 15 org x Rp. 10.000 x 7 keg Rp 1,050,000.00

Belanja ATK Rp 695,000.00
Materi dan ATK Rp. 50.000 x 7 keg Rp 350,000.00
Sertifikat Seminar 23 org x Rp. 15.000 Rp 345,000.00

Belanja Jasa Lainnya Rp 1,665,000.00
Konsumsi Kegiatan 23 org x Rp. 5.000 x 6 keg Rp 690,000.00
Konsumsi Seminar 25 org x Rp. 25.000 x 1 keg Rp 625,000.00
Sewa tempat dan kebersihan Rp. 50.000 x 7 keg Rp 350,000.00

PEMANTAUAN DAN LAPORAN KEGIATAN (Max 5%) Rp 450,000.00
Belanja Jasa Lainnya
Pembuatan Laporan 1 Keg. X Rp. 150.000 Rp 200,000.00
Belanja Perjalanan
Transport Pengiriman Laporan 1 org x Rp. 250.000 x 1 keg Rp 250,000.00
Jumlah Total Blockgrant MGMP Tahun 2010 Rp 7,000,000.00




C. Rancangan Jadwal Kegiatan
JADWAL KEGIATAN WORKSHOP
(MGMP) KIMIA SMA KOTA TEGAL

Pertemuan : 1 (Agustus Minggu I)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Check in (absensi kehadiran) Panitia
2. 09.00 - 10.00 Pengarahan / Pembukaan Kabid Dikmen
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Panitia
4. 10.20 - 11.45 Sosialisasi Program Pemberdayaan MGMP Ketua MGMP
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Kesiapan dalam KTSP Pemandu

Pertemuan : 2 (Agustus Minggu II)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Masalah Pembelajaran Kimia Kelas X Pemandu
2. 09.00 - 10.00 Masalah Pembelajaran Kimia Kelas XI Pemandu
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Panitia
4. 10.20 - 11.45 Masalah Pembelajaran Kimia Kelas XII Pemandu
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Sosialisasi Pelaksanaan KTSP Pemandu
7. 13.30 - 14.45 Pemahaman KTSP Pemandu

Pertemuan : 3 (September Minggu IV)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Pemecahan masalah pembelajaran Kimia Kelas X Pemandu
2. 09.00 - 10.00 Pemecahan Masalah pembelajaran Kimia Kelas XI Pemandu
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Penitia
4. 10.20 - 11.45 Pemecahan Masalah pembelajaran Kimia Kelas XII Pemandu
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Strategi Pembelajaran Kimia Kelas X Pemandu
7. 13.30 - 14.45 Strategi Pembelajaran Kimia Kelas XI Pemandu


Pertemuan : 4 (September Minggu V)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Pembuatan silabus kimia kelas X Pemandu
2. 09.00 - 10.00 Pembuatan silabus kimia kelas XI Pemandu
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Panitia
4. 10.20 - 11.45 Pembuatan silabus kimia kelas XII Pemandu
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Pembuatan RPP Kimia kelas X Pemandu
7. 13.30 - 14.45 Pembuatan RPP Kimia kelas X Pemandu

Pertemuan : 5 (Oktober Minggu I)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Pembuatan RPP Kimia kelas XI Pemandu
2. 09.00 - 10.00 Pembuatan RPP Kimia kelas XI Pemandu
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Panitia
4. 10.20 - 11.45 Pembuatan RPP Kimia kelas XI Pemandu
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Pembuatan RPP Kimia kelas XII Pemandu
7. 13.30 - 14.45 Pembuatan RPP Kimia kelas XI Pemandu

Pertemuan : 6 (Oktober Minggu II)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Pengenalan Pakem Narasumber
2. 09.00 - 10.00 Simulasi Pakem Narasumber
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Panitia
4. 10.20 - 11.45 Simulasi Pakem Narasumber
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Praktik Penerapan Pakem Narasumber
7. 13.30 - 14.45 Evaluasi penerapan Pakem Narasumber

Pertemuan : 7 (Oktober Minggu III)
Tempat : SMA Muhammadiyah Kota Tegal
No. Waktu Kegiatan Fasilitator
1. 08.00 - 09.30 Pembukaan Pemandu
2. 09.00 - 10.00 Session I : Karya Tulis Ilmiah Narasumber
3. 10.00 - 10.20 Istirahat Panitia
4. 10.20 - 11.45 Session II : Karya Tulis Ilmiah Narasumber
5. 11.45 -12.30 Isoma Panitia
6. 12.30 - 13.30 Evaluasi program dan saran Pemandu
7. 13.30 - 14.45 Penutupan Pengawas
BAB IV
PENUTUP


Pendidikan merupakan tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah. Sekolah membuat perencanaan dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang selanjutnya ujung tombak pembelajaran terletak pada guru bidang studi masing-masing mata pelajaran. Kualitas suatu sekolah dilihat dari keberhasilan seorang guru dalam mendidik siswanya. Sehingga disini peran aktif dari seorang pendidik sangatlah besar artinya jika pendidik tidak berkualitas maka hasil yang akan di capaipun tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam hal ini adalah kualitas siswa, begitu juga sebaliknya. Maka untuk itu sangatlah bijak jika Pemerintah ikut dalam mengembangkan kemampuan para pendidik melalui suatu jalur pelatihan ataupun memberikan dana secara langsung guna keberlangsungannya MGMP terutama Kimia Kota Tegal.
Semua kegiatan MGMP pada akhirnya berujung pada kualitas lulusan sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia serta ikut berperan aktif dalam program peningkatan pendidikan dari pemerintah
Demikian proposal ini dibuat sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan kegiatan Pengembangan kompetensi profesional guru Kimia SMA melalui pemberdayaan MGMP Kimia SMA di Kota Tegal. Selanjutnya dimohon kepada Tim Penilai Proposal di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Tengah untuk mempertimbangkan proposal ini.







Lampiran 2. Struktur Organisasi Panitia Pelaksana Program Pemberdayaan MGMP Tahun 2010 dan Rincian Tugas Panitia






























Lampiran 3. Rincian Tugas Pelaksana Program Pemberdayaan MGMP

a. Ketua
1. Mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan program, mulai dari persiapan sampai laporan
2. Mengendalikan pelaksanaan program secara umum
3. Menyusun dan mengajukan proposal program pemberdayaan
4. Menandatangani MoU kerjasama penyelenggaraan program
5. Mencairkan dana blockgrant bersama bendahara
6. Melakukan koordinasi dengan LPMP Jawa Tengah, Instansi vertical (Dinas Pendidikan Kota) Pengawas dan horizontal (dengan MGMP lain)
b. Sekretaris
1. Menyusun perencanaan program
2. Menyusun proposal bersama ketua
3. Mengurusi surat menyurat
4. Menyiapkan blanko dan format-format yang diperlukan dalam kegiatan
5. Mengurusi arsip dan dokumentasi kegiatan (Daftar hadir peserta, produk kegiatan, buku tamu, dsb)
6. Menghimpun dan menyusun bahan laporan
7. Menyediakan ATK dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan
c. Bendahara
1. Menyusun rencana pembiayaan kegiatan
2. Mencatat serta membukukan penerimaan dan penggunaan dana
3. Menyimpan dan mengeluarkan uang dari dana blockgrant
4. Menyiapkan blanko dan format-format yang berkaitan dengan penggunaan dana (tanda terima transport peserta, honor narasumber, guru pemandu, konsumsi, dsb)
5. Menyimpan bukti-bukti penggunaan dana
6. Menyusun laporan sebagai pertanggungjawaban keuangan
d. Seksi Penyelenggara
1. Menyusun rencana kebutuhan fasilitas penyelenggaraan kegiatan
2. Menyusun jadual kegiatan
3. Mengedarkan daftar hadir peserta dan narasumber
4. Mengurusi kebutuhan peserta dalam kegiatan (konsumsi, obat-obatan ringan, dsb)
e. Seksi Akademik
1. Menyusun rencana kebutuhan kegiatan akademik
2. Menyusun jadual kegiatan
3. Mengatur pembagian tugas guru pemandu kegiatan dan narasumber lainnya
4. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang telah diprogramkan
f. Guru Pemandu
1. Menyusun silabus kegiatan akademik
2. menyiapkan rancangan kegiatan
3. Menyiapkan materi kegiatan
4. Menyiapkan soal pre test dan post test
5. Memandu pelaksanaan kegiatan
6. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
7. Memportofoliokan hasil kegiatan.

Senin, 08 Maret 2010

PENGURUS MGMP KIMIA SMA KOTA TEGAL

Pada Tanggal 01 Pebruari 2010 bertepatan dengan workshop bedah SKL yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kota Tegal, MGMP Kimia SMA Kota Tegal merombak kepengurusannya, adapun struktur kepengurusan yang baru sebagai berikut :

SUSUNAN PENGURUS DAN ANGGOTA MGMP KIMIA
SMA KOTA TEGAL
MASA BAKTI 2009/2010 s.d. 2010/2012

A. PENGARAH DAN KOORDINATOR MGMP

NO NAMA JABATAN UNIT KERJA
1. Drs. SIPON JUNAEDI, M.Pd.
NIP. 19590707 198603 1 019 Pengarah MGMP Kimia SMA / MA Kota Tegal Kabid. Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kota Tegal
2. WIYARNA, M.Pd.
NIP. 19690405 199301 1 001 Koordinator MGMP Kimia SMA / MA Kota Tegal Kepala SMA N 2 Kota Tegal

B. PENGURUS MGMP KIMIA

NO NAMA JABATAN UNIT KERJA
1. DWI AGUS KURNIAWAN, S.Si.
NIP. - Ketua SMA Muh. Tegal
2. Drs. SRIYONO
NIP. 19630927 200701 1 007 Sekretaris SMA N 1 Tegal
3. LUCIA SRI SUPRIYATI, S.Pd.
NIP. 19701208 199702 2 005 Bendahara 1 SMA N 4 Tegal
4. CINTYA DWI NIRWESTHI, S.Pd.
NIP. 19830503 200604 2 011 Bendahara 2 SMA N 2 Tegal
5. Drs. SUWARDOYO
NIP. 19570825 198503 1 013 Kabid. Bina Program SMA N 2 Tegal
6. Drs. SUHAELI
NIP. 19610622 199103 1 004 Kabid Pelaporan SMA N 5 Tegal
7. Dra. ESTI WIHANANI
NIP. 19630509 198703 2 008 Kabid. Substansial SMA N 4 Tegal

C. ANGGOTA MGMP KIMIA

NO NAMA JABATAN UNIT KERJA
1. PONO SUHARTO, S.Pd.
NIP. 19660526 199101 1 001 Anggota SMA N 1 Tegal
2. MULYANA, S.Pd.
NIP. 19610307 198601 1 002 Anggota SMA N 1 Tegal
3. SUKOWATI, S.Pd.
NIP. 19650209 199103 2 009 Anggota SMA N 1 Tegal
4. Dra. NAIMAH
NIP. 130 797 353 Anggota SMA N 2 Tegal
5. TARSILAH WAHYUNI, S.Si.
NIP. 19721107 200801 2 006 Anggota SMA N 2 Tegal
NO NAMA JABATAN UNIT KERJA
6. MISLYNA, S.Pd.
NIP. 19640507 198703 2 008 Anggota SMA N 3 Tegal
7. BAMBANG SUWIGNYO, A.Md.
NIP. 19580213 198603 1 012 Anggota SMA N 3 Tegal
8. NUR AENI HIDAYATI, S.Pd.
NIP. - Anggota SMA N 3 Tegal
9. NUNING LUSIANA, S.Pd.
NIP. 19730227 200012 2 003 Anggota SMA N 5 Tegal
10. INDAH WAHYUNINGRUM, S.Pd.
NIP. 19760430 200801 2 007 Anggota SMA N 5 Tegal
11. SUDIYO TRIJADI, S.Pd.
NIP. - Anggota SMA Al-Irsyad Tegal
12. Dra. SITI RAHAYU
NIP. - Anggota SMA Al-Irsyad Tegal
13. SUNDARI, S.Pd.
NIP. - Anggota SMA Ihsaniyah Tegal
14. ANASTASIA SRI UTAMI, S.Pd.
NIP. - Anggota SMA Pius Tegal
15. SITI MARFUAH, S.Pd.
NIP. 19700902 200501 2 002 Anggota MAN Tegal

Dengan adanya perombakan Kepengurusan yang baru diharapkan adanya perubahan yang signifikan baik itu perubahan dari segi kualitas pendidik dan juga kualitas peserta didik.

Minggu, 07 Maret 2010

BLOCKGRANT 2010

Tahun 2010 LPMP Jawa Tengah akan memberikan Blockgrant kepada semua MGMP yang berada dinaungannya khususnya tingkat SMA sebesar Rp. 7.000.000,-. Dimana dana ini harus digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masing-masing MGMP untuk 7 kegiatan dan terbatas untuk 1 mapel hanya akan mendapatkan jatah 10 blockgrant. Tetapi tidak semua MGMP bisa mendapatkannya, karena untuk mendapatkan Blockgrant ini tidak semudah tahun kemaren dimana semua MGMP bisa memperolehnya tanpa ada seleksi. untuk tahun ini jika MGMP menginginkan bantuan ini harus mengajukan proposal yang akan dinilai sehingga akan ada persaingan yang sehat dalam menentukan kegiatan MGMP ke depan. Adapun kriteria penilaian proposalnya adalah sebagai berikut, untuk bab 1 (Pendahuluan)nilainya adalah 20%, bab 2 (deskripsi Hasil Pelaksanaan Kegiatan dan Program) 30% dan bab 3 (Rencana Program dan Kegiatan) 50%. Dengan mengacu pada rumus :
Rumus Penetapan Nilai Akhir

Nilai Per Komponen: ∑ (Na x Ba)
NK = -----------------
∑ Ba
Nilai Akhir Proposal:
NAP = (20% x NK1) + (30% x NK2) + (50% x NK3)

Keterangan :
NK = Nilai Komponen NK1 = Nilai Komponen 1 (Pendahuluan)
Na = Nilai Aspek NK2 = Nilai Komponen 2 ( Deskripsi Program)
Ba = Bobot Aspek NK3 = Nilai Komponen 3 ( Rencana Pelaksanaan Program)
NAP = Nilai Akhir Proposal


Nilai Akhir Proposal (NAP):
Untuk menetapkan kualitas terhadap proposal yang dinilai, kemungkinan NAP terendah 38 dan NAP tertinggi 100. NAP tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: Baik, Cukup, dan Kurang. Rentang NAP dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Kualitas Proposal dan Rentang Nilainya
No. Rentang Nilai Kualitas
1 38 < NAP < 58 Kurang
2 58 < NAP < 79 Cukup
3 79 < NAP < 100 Baik
Keterangan :
Untuk proposal yang dapat dipilih secara acak dengan rentang nilai diatas 75 ke atas.

Adapun jadual Pembuatan dan pengumpulan proposal dimulai tanggal 2 Maret 2009 dan paling akhir dikumpulkan tanggal 15 Maret cap Pos di kirim ke : LPMP JAWA TENGAH BIDANG FASILITASI PENINGKATAN MUTU PENDIDIK Jalan Kyai Maja Srondol Kulon Banyumanik Semarang Telepon (024) 70781486
Pengumuman untuk pengirim proposal yang lulus akan di hubungi via telepon pada tanggal 22-s7 Maret 2010, yang akan dilanjutkan dengan penandatanganan MoU pada tanggal 10 April 2010.
Khusus untuk Mapel Kimia, Fisika dan Biologi yang Lolos Seleksi Proposal akan diadakan seleksi guru pemandu pada minggu kedua dan ketiga bulan April 2010.